Kerja Mereka Menutup-nutupi Kasus Hukum.”
JAKARTA (headlinetoday.id) – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santosa menyebut ada upaya perlawanan dari kubu Ferdy Sambo terhadap Timsus dalam mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Yoshua. Menurutnya, perlawanan Geng Sambo di antaranya menyebarkan isu negatif terhadap personil Timsus.
“Di balik itu sebetunya ini ada perlawanan yang menyerang orang-orang dalam Timsus. Perlawanan dari kelompok ini. Akan menebar isu-isu negatif terhadap personil-personil Timsus,” ujar Sugeng dalam Wawancara yang diadakan oleh Narasi Newsroom kemarin (13/8/22).
Dalam wawancara yang bertajuk “IPW : Ada Geng Mafia di Tubuh Polri, Hati-Hati Pelawanan Balik Kelompok Sambo” itu ia menjelaskan Ferdy Sambo merupakan ketua “gang mafia” Polri karena keterlibatan puluhan polri dalam kasus Brigadir Yoshua.
“Keterlibatan Fahmi Alamsyah sebagai staf ahli Kapolri mesti diusut tuntas.”
“Sambo dan 31 orang yang sukarela terjung ke jurang ini adalah mafia. Mafia juga bekerja bagaimana menutupi kasus-kasus pelanggaran hukum. Dengan cara membunuh saksi, ya menyuap, mengarang cerita bohong. Sama ini,” jelas Sugeng.
Tak hanya itu Sugeng juga melanjutkan bahwa skenarion kasus ini sangat sistematis dan tersruktur seperti mafia. “Ini sama nih yah sama dengan mafia. Mafia juga sistematif bekerjanya. Kemudian terstruktur dari bintang dua, bintang satu,” lanjutnya.
Di sisi lain, Sugeng merespon pencabutan kuasa dari pengacara Bharada E, yakni Deolipa Yumara. Menurutnya, pencabutan surat kuasa ini ada unsur intervensi dari penyidik.
“Saya ingatkan Polri jangan mengintervensi pekerjaan pengacara. Walau anda yang menunjuk pengacara, anda tidak berhak mengintervensi pekerjaan pengacara,” kata Sugeng.
Pihaknya juga mengingatkan bahwa pengacara berhak menyampaikan pernyataan di depan public den mempertahankan prinsip hukum. “Saya lihat ada konflik ketika pengacara menyampaikan sesuatu. Saya mau bilang pengacara tidak di bawah Polri,” lanjutnya.
Sementara itu, Pengacara Bharada E, Deolipa mengaku tidak mempercayai surat pencabutan kuasa tersebut. Menurutnya, Bharada E lebih suka menulis tangan. “ini kan tulisan bahasa hukum. Anak kuliah hukum yang bisa menulis ini. Anggota Brimob tulisan begini tidak cocok,” jelas Deolipa.
Ia menuturkan akan membawa hal ini ke forum pengacara Indonesia. “Ya saya bawa ke forum pengacara Indonesia. Kami ingin melawan ketidakbenaran. Bukan melawan orang-orang di Bareskrim,” tutur Deolipa.
MAFIA BUKAN POLRI
Aktivis Kemanusiaan, Irma Hutabarat merespon kasus pembunuhan Brigadir Yoshua. Menurutnya, skenario kasus Brigadir Yoshua yang selama ini bukanlah hasil kerja polisi, melain mafia.
“Kita dengar sendiri para purna polisi bernada tidak percaya. Ini bukan kerjaan polisi. Kalo ada orang membunuh, kemudian menghilangkan barang bukti, lalu ngajak seluruh korps yang ada di geng itu untuk berbohong, itu kan kelakuannya mafia,” tegas Irma.
Ia juga meminta Timsus Polri mengusut skrenario yang dibuat oleh staf ahli Kapolri Fahmi Alamsyah. “Apakah mengundurkan diri selesai, kan tidak. Itu harus diusut. Kenapa harus membuat skenario seperti itu,” ungkapnya.
Selain itu, Irma juga menegaskan bahwa ini momentum bagi bangsa Indonesia merebut Polri dari tangan mafia. “Kepercayaan public sangat penting, kalau Polri hancur, Negara juga hancur. Bagi Polri sebaikya rebut kepecayaan rakyat Indonesia,” lanjutnya.(fik) editor: mridwan