Kisah pertobatan Nabi Adam ini disinggung dalam salah satu hadits Nabi riwayat At-Tirmidzi. Rasulullah saw bersabda:
إِنْ كُنْتَ صَـائِمًا شَهْرًا بَعْدَ رَمَضَانَ فَصُمْ الْمُحَرَّمَ، فَإنَّ فِيْهِ يَوْمًا تَابَ اللهُ فِيْهِ عَلَى قَوْمٍ، وَيَتُوْبُ فِيْهِ عَلَى آخَرِيْن
Artinya, “Bila seseorang puasa sebulan setelah bulan Ramadhan, maka puasalah di bulan Muharram. Karena di bulan itu, hari-hari ketika Allah Swt menerima tobat suatu kaum, dan menerima tobat kaum-kaum yang lain.” (HR At-Tirmidzi)
Berkaitan dengan hadits di atas, Ibnu Rajab al-Hambali dalam Lathaiful Ma’arif menyampaikan:
صحَّ مِنْ حَدِيث أبي إسحاق عن الأسْوَد بن يَزيد أَنَّهُ قال: “سَألْتُ عُبَيد بن عُمَير عَنْ صِيَام يَوْمَ عَاشُورَاء؟ فقال: الْمُحَرَّم شَهْرُ الله الْأصَمّ فِيْهِ تيب عَلَى آدم عليه السلام فَإنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا يَمُرَّ بِك إلّا صُمْته فَافْعَلْ
Artinya, “Ibnu Rajab telah mensahihkan sebuah hadis dari Abu Ishaq dari al-Aswad bin Yazid bahwasanya ia berkata: Aku bertanya kepada Ubaid bin Umair perihal puasa di hari ‘Asyura, ia menjawab: Muharram adalah bulan Allah yang penting (al-ashamm). Di dalamnya Nabi Adam diterima tobatnya. Bila kamu mampu untuk tidak melewatinya tanpa puasa, maka puasalah.” (Ibnu Rajab al-Hambali, Lathaiful Ma’arif, tanpa tahun: 54)
Dosa Nabi Adam
Semua bermula ketika Allah swt murka kepada Iblis karena ia tidak mau bersujud kepada Adam sebagai bentuk hormat, padahal itu adalah perintah Allah. Akibat keangkuhannya inilah Allah mengusir Iblis dari surga.
Rupanya Iblis tidak tinggal diam. Dia menaruh dendam kepada Adam yang menurutnya telah membawa sial. Iblis segera merencanakan jebakan untuk Adam dan Hawa agar keduanya melanggar aturan Allah dengan memakan buah Khuldi. Dengan begitu keduanya akan diusir dari surga.
Tipu daya yang dilancarkan Iblis adalah dengan menjanjikan kenaikan pangkat kepada Adam dan Hawa jika memakan buah Khuldi. Kata Iblis, siapa yang memakan buah tersebut akan naik level menjadi sosok malaikat atau menjadi kekal berada di surga.
Yang tidak kalah cerdas, Iblis membujuk Adam dengan bersumpah atas nama Allah. Dalam hemat Adam, orang yang bersumpah atas nama Allah pasti tidak berbohong. Akhirnya, Adam dan Hawa pun berhasil dikelabuhi oleh kelicikan Iblis dan tanpa ragu memakan buah Khuldi.
Selesai memakan buah larangan itu, pakaian Adam dan Hawa yang selama ini menutup tubuhnya mendadak hilang. Keduanya sangat panik dan malu sehingga berusaha menutupinya dengan daun pohon yang ada di surga. Tipu daya Iblis pun berhasil. Kisah ini didokumentasikan dalam firman Allah berikut:
فَدَلَّىٰهُمَا بِغُرُورٖۚ فَلَمَّا ذَاقَا ٱلشَّجَرَةَ بَدَتۡ لَهُمَا سَوۡءَٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخۡصِفَانِ عَلَيۡهِمَا مِن وَرَقِ ٱلۡجَنَّةِۖ وَنَادَىٰهُمَا رَبُّهُمَآ أَلَمۡ أَنۡهَكُمَا عَن تِلۡكُمَا ٱلشَّجَرَةِ وَأَقُل لَّكُمَآ إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ لَكُمَا عَدُوّٞ مُّبِينٞ
Artinya, “Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.
Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka, ‘Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: ‘Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?’” (QS. Al-A’raf [7]: 22)
Adam dan Hawa sangat menyesali kecerobohan mereka dan segara bertobat kepada Allah swt. Kendati tobat keduanya diterima, Allah tetap memberi “hukuman” kepada mereka dengan menurukannya dari syurga sebagai konsekuensi logis atas dosa. (Abdul Karim Zaidan, al-Mustafâd min Qasâshil Qur’ânî: 1998, juz I, h. 24).
Dikisahkan, saat Adam dan Hawa diturunkan ke bumi, keduanya sangat bersedih. Dalam satu riwayat dikatakan keduanya menangis sejadi-jadinya. Andaikan tangisan seluruh manusia dan Nabi Daud dibandingkan dengan tangisan Adam dan Hawa saat itu, maka belum ada apa-apanya. Saking begitu merasa berdosa, keduanya tidak berani memandang ke arah atas selama 40 tahun.
Dalam satu riwayat, Imam Jalaluddin as-Suyuthi menyampaikan saat Adam dan Hawa diturunkan di bumi, keduanya berthawaf mengelilingi Ka’bah selama tujuh hari dan melaksanakan shalat dua rakaat. Kemudian membaca doa tobat berikut:
اللّهُمّ إِنّكَ تَعْلَمُ سِرِّيْ وَعَلَانِيَتِيْ فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِيْ وَتَعْلَمُ حَاجَتِيْ فَأَعْطِنِيْ سُؤَلِيْ وَتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ. اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا يُبَاشِرُ قَلْبِيْ وَيَقِيْنًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيْبُنِيْ إِلَّا مَا كَتَبْتَ لِي وَأَرْضِنِيْ بِمَا قَسَّمْتَ لِي
“Ya Allah, sungguh Engkau tahu apa yang tersembunyi dan tampak dariku, karena itu terimalah penyesalanku. Engkau tahu kebutuhanku, maka kabulkanlah permintaanku. Engkau tahu apa yang ada dalam diriku, maka ampunilah dosaku.
Ya Allah sungguh aku memohon kepada-Mu iman yang menyentuh kalbuku dan keyakinan yang benar sehingga aku tahu bahwa tidak akan menimpaku kecuali telah Engkau tetapkan atasku. Ya Allah berikanlah rasa rela terhadap apa yang Engkau bagi untuk diriku.” (As-Suyuthi, Addurrul Mantsur, tanpa tahun: juz 1, h. 59)
Salah satu pesan moral penting dari kisah di atas adalah setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat dosa. Jangankan kita orang biasa yang hidup di muka bumi, sekelas Adam yang Nabi dan hidup di syurga saja masih bisa terjerumus dalam kesalahan yang membuatnya harus menanggung hukuman begitu berat.