Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Aliansi Mahasiswa atau Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), mengkritisi pemerintahan, dalam demo bersama BEM se-Kota Semarang dan masyarakat dalam aliansi “Gerakan Rakyat Jawa Tengah Menggugat,” Senin (26/8/2024) di depan kantor DPRD Kota Semarang, Jalan Pemuda.
Presiden BEM Unissula Muhammad Fery Agung Gumelar di tengah aksi mengatakan, pada intinya mahasiswa dan rakyat meminta pemerintah dan seluruh pejabat negara untuk mematuhi hukum demi mengembalikan marwah demokrasi sebagaimana mestinya.
”Kami juga mewajibkan pemerintahan (Presiden Joko Widodo) untuk menegakkan konstitusi serta menegakkan konstitusi. Hal ini melihat beberapa lembaga yang dicawe-cawe oleh Jokowi, maka kuatkan kembali fungsi institusi seperti KPK sebagaimana mestinya,” jelasnya.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa dan masyarakat juga meminta keadilan dalam menegakkan marwah negara Indonesia.
Dalam aksi yang diikuti ribuan orang ini, merupakan sebuah bentuk akumulasi kemarahan warga sipil, terkhusus warga Jawa Tengah terhadap dugaan adanya penyimpangan terhadap demokrasi dan penegakan konstitusi negara, termasuk rencana revisi UU Pilkada (yang kini telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi-red).
Dapat kita lihat, bahwasanya terdapat dugaan upaya manuver dengan memperalat lembaga legislatif untuk menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Apabila ditilik lebih lanjut, hematnya putusan tersebut berisi berkaitan dengan aturan threshold sebagai syarat untuk memajukan Calon Kepala Daerah dan ambang batas usia untuk Calon Kepala Daerah.
Berkaitan dengan Putusan Nomor 70, dijelaskan bahwasanya calon gubernur dan wakil gubernur harus berumur minimal 30 tahun saat pendaftaran. Alih-alih mengindahkan putusan tersebut, Baleg DPR-RI justru melakukan pembahasan untuk merevisi UU Pilkada dan akan mengadopsi ketentuan yang berasal dari Putusan MA Nomor 23/P/HUM/2024 yang mana mengatur bahwasanya calon gubernur dan wakil gubernur harus berumur minimal 30 tahun saat pelantikan.
”Keputusan terkait pembatalan revisi UU Pilkada MK telah menunjukan integritas dalam hal penguatan demokrasi, dan apabila putusan tersebut tidak diindahkan oleh lembaga-lembaga negara, maka hal tersebut secara jelas merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Maka dari itu, tiap-tiap elemen masyarakat harus terus mengawal putusan MK agar tidak terjadi pembegalan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk memperkokoh kekuasaan, dan supaya mengembalikan marwah demokrasi sebagaimana mestinya,” jelasnya.
Selain itu, peserta aksi juga menyoroti adanya tindakan represifitas aparat kepolisian kepada rakyatnya sendiri. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah mengungkap bahwa ada sekitar 651 dan 677 kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian sepanjang masing-masing periode Juni 2020 hingga Mei 2021 dan Juli 2021 hingga Juni 2022. Juga sejumlah persoalan bangsa lainnya, dari pendidikan, kesejahteraan masyarakat yang belum merata dan masih banyak lagi.