JAKARTA (headlinetoday.id) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut mafia peradilan kini telah berkembang menjadi mafia hukum. Menurutnya, mafia hukum sudah beroperasi sejak dalam pembuatan ketentuan UU.
Hal ini disampaikan saat seminar HUT ke-17 Komisi Yudisial pada Rabu 24/8/2022. “Mafia pengadilan itu sekarang berkembang menjadi mafia hukum. kalau sudah mafia hukum, hukum sudah dibuka sejak zaman proses pembuatannya, bukan hanya pada proses pelaksanaannya,” jelas Mahfud.
Pada kesempatan ini, Mahfud menegaskan bahwa masalah yang paling serius adalah mafia peradilan di tanah air. Sehingga penegak keadilan dapat disetir dan dikooptasi oleh pihak luar.
“Banyak hakim yang integritasnya jatuh, sehingga pada saat itu digagas lembaga pengawas seperti di negara-negara lain. Itu yang kita ingat. Kira-kira 24 tahun lalu ketika baru dimulai reformasi,” tegas Mahfud.
Selain itu, ia mengingatkan sejarah berdirinya Komisi Yudiial (KY) kepada para peserta seminar. Ia menyebut saat berakhirnya orde baru karena reformasi, pemerintah menilai dunia peradilan harus dibenahi melalui perubahan konstitusi.
Mahfud melanjutkan Mahkamah Agung (MA) pada awal diminta membuat mekanisme pengawasan yang kuat secara internal. Namun, MA menolak dengan alasan tak mampu mengawasi hakimnya sendiri sehingga dibentuk Komisi Yudisial.
“Jadi pada waktu itu Komisi Yudisial dibentuk atas keinginan Mahkamah Agung sendiri, sehingga Mahkamah Agung harus ingat panggilan sejarah ini,” jelasnya.
AWASI INTENSIF
Lebih lanjut, Ia menilai Komisi Yudisial (KY) berperan penting dalam pengawasan hakim. Mahfud meminta agar KY bisa melakukan pengawasan perilaku hakim secara lebih intensif untuk menjaga peradilan yang bersih.
Selain itu, Ketua Kompolnas itu mendorong agar penguatan kewenangan KY dalam pengawasan hakim. Penguatan KY agar kualitas penegak hukum mampu mewujudkan kepastian hukum di Indonesia.
Seminar digelar dengan tajuk ‘Penguatan Peran Komisi Yudisial dalam Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat, dan Perilaku Hakim’. Ia menganggap masyarakat perlu diajak untuk menjadi ‘mata dan telinga’ atau sistem peringatan dini jika menemukan kejanggalan maupun perilaku hakim yang menyimpang.
“Pemberdayaan perangkat ini (masyarakat) harus terus ditingkatkan dengan terus diberikan pengetahuan, penyuluhan, ataupun pembelajaran, sehingga kesadaran dan kapasitas mereka dalam ikut serta mewujudkan peradilan yang bersih dapat kita wujudkan,” tutur Mahfud. (fik/ant) editor: mridwan